Mira Agustina
Jurnalis Muda SMA IT Baitul Muslim
Pagi yang cerah, mentari yang kembali menyinari
dunia. Seperti hal nya dengan aku yang masih berlayar di pulau kapuk.
Hehehe….
Oh ya perkenalkan namaku Azzurinnisa Salsabilla, teman-teman lebih suka
memanggil aku dengan Azzzuri, tapi terkadang temen2 memanggil ku dengan
panggilan endut, pdhl kan aku ga gendut cman sedikit gemuk, hehe 🙂 umur ku 11
th bln 5 Desember besok. Aku kelas VII B, Sekarang aku tinggal di Palembang.
Jurnalis Muda SMA IT Baitul Muslim
Pagi yang cerah, mentari yang kembali menyinari
dunia. Seperti hal nya dengan aku yang masih berlayar di pulau kapuk.
Hehehe….
Oh ya perkenalkan namaku Azzurinnisa Salsabilla, teman-teman lebih suka
memanggil aku dengan Azzzuri, tapi terkadang temen2 memanggil ku dengan
panggilan endut, pdhl kan aku ga gendut cman sedikit gemuk, hehe 🙂 umur ku 11
th bln 5 Desember besok. Aku kelas VII B, Sekarang aku tinggal di Palembang.
***
“Tok tok tok !!!”, bunyi pintu yang di
ketuk oleh ayah. “Zuri bangun sudah siang, udah jam setengah tujuh, nanti
terlambat sekolah lo” teriak ayah sambil terus mengetuk pintu. Kenapa ayah
yang membangunkan ku ? Yaahhhh….. itu karna aku hanya tinggal bersama ayah,
ibu ku sudah meninggal sejak aku kelas 2 SD.
“iya yah, Zuri udah bangun” sambil berjalan membuka pintu. Aku
berjalan menuju dapur dan mengambil segelas air minum, “yah kita sarapan
apa pagi ini ?” tanya ku sambil mengambil handuk. “cepetan mandi,
nanti kamu terlambat sekolah” perintah ayah. Selesai dari mandi aku merasa
lapar, ku liat meja makan ternyata ada sepiring nasi goreng, tanpa berfikir
panjang dari mana asalnya aku langsung menyantapnya. Tak ku sangka jam
menunjukkan pukul 06.50. “ayahhhhhhh, Zuri mau berangkat” teriak aku
sambil memakai sepatu. “iya hati-hati di jalan”, ” iya yah,
assalamualiakum”, “waalaikum salam”.
ketuk oleh ayah. “Zuri bangun sudah siang, udah jam setengah tujuh, nanti
terlambat sekolah lo” teriak ayah sambil terus mengetuk pintu. Kenapa ayah
yang membangunkan ku ? Yaahhhh….. itu karna aku hanya tinggal bersama ayah,
ibu ku sudah meninggal sejak aku kelas 2 SD.
“iya yah, Zuri udah bangun” sambil berjalan membuka pintu. Aku
berjalan menuju dapur dan mengambil segelas air minum, “yah kita sarapan
apa pagi ini ?” tanya ku sambil mengambil handuk. “cepetan mandi,
nanti kamu terlambat sekolah” perintah ayah. Selesai dari mandi aku merasa
lapar, ku liat meja makan ternyata ada sepiring nasi goreng, tanpa berfikir
panjang dari mana asalnya aku langsung menyantapnya. Tak ku sangka jam
menunjukkan pukul 06.50. “ayahhhhhhh, Zuri mau berangkat” teriak aku
sambil memakai sepatu. “iya hati-hati di jalan”, ” iya yah,
assalamualiakum”, “waalaikum salam”.
***
Jarak rumah ku ke sekolah emang tidak begitu jauh, tetapi karena aku yg
kesiangan bangun ternyata lagi-lagi aku terlambat. Sesampainya aku di sekolah
temen2 ku udah pada baris di depan kelas, karena aku terlambat aku dihukum oleh
Waka Kesiswaan ku, namanya Bapak Doni. Guruku itu sangat galak makanya banyak
teman2 ku yang tidak suka, padahal segalak galak nya bapak itu sering sekali
traktir aku dan teman ku.
Hari ini aku begitu bersemangat sampai-sampai
pagi-pagi udah di hukum jalan jongkok dari gerbang sampai depan kelasku,
“Haduhhhhh, capek” keluh ku. Aku segera masuk kelas.
pagi-pagi udah di hukum jalan jongkok dari gerbang sampai depan kelasku,
“Haduhhhhh, capek” keluh ku. Aku segera masuk kelas.
“telat lagi ndut? Gatau apa ya di tungguin
dari tadi” sapa sahabat ku, namanya Friska. “hehe iya nih, biasa
macet di jalan” jawabku sambil tertawa, “macet apa kesiangan bangun
?”, “salah satu alasan juga si itu”, “huuuu dasar kamu ini
kebiasaan, udah di bilangin pasang alarm biar ga terlambat terus”,
“udah kok, tp kalo udh di patiin tidur lagi, hehe” sambil meletakkan
tas ku di atas meja dan aku lari keluar pintu sebelum mendengar nasehat Friska
lagi.
Tak lama kemudian ibu fisika keluar dari kantor dan berjalan menuju kelas ku.
Aku segera duduk di bangku ku.
dari tadi” sapa sahabat ku, namanya Friska. “hehe iya nih, biasa
macet di jalan” jawabku sambil tertawa, “macet apa kesiangan bangun
?”, “salah satu alasan juga si itu”, “huuuu dasar kamu ini
kebiasaan, udah di bilangin pasang alarm biar ga terlambat terus”,
“udah kok, tp kalo udh di patiin tidur lagi, hehe” sambil meletakkan
tas ku di atas meja dan aku lari keluar pintu sebelum mendengar nasehat Friska
lagi.
Tak lama kemudian ibu fisika keluar dari kantor dan berjalan menuju kelas ku.
Aku segera duduk di bangku ku.
***
Berakhir sudah pelajaran ketika bel istirahat
pertama berbunyi. Aku dan Friska segera keluar dan pergi ke kantin. “mau
beli apa Fris?” tanya ku, “gatau nih bingung, laper tadi engga sempet
sarapan, bunda setengah tujuh udah berangkat jadi engga masak”, “yauda
beli nasi aja Fris”, “kamu mau beli juga, emang tadi pagi engga
sarapan?”, “udah si tapi laper lagi, hehe”, jawab ku sambil
cengarcengir. “pantes kamu gendut Zur” tiba-tiba terdengar suara dari
belakang ku, ternyata Akbar, yang dari tadi emang udah berdiri di belakang
kita. “apa si kamu ini Bar, masbuloh?!” jawab sinis ku. “haha
dasar gendut” Akbar tertawa sambil lari meninggalkan aku dan Friska.
Selesainya makan, kami segera kembali ke kelas dan bergabung dengan
teman-temanku. Karena terlalu keasikan ngobrol kami sampai tidak mendengar bel,
tiba-tiba guru sudah masuk kelas. Kami bergegas duduk di tempat masing-masing,
pelajaranpun dimulai. 2 jam kemudian bel isirahat kedua berbunyi, aku dan
Friska segera bersiap-siap untuk melaksanakan sholat dzuhur berjama’ah di
masjid.
pertama berbunyi. Aku dan Friska segera keluar dan pergi ke kantin. “mau
beli apa Fris?” tanya ku, “gatau nih bingung, laper tadi engga sempet
sarapan, bunda setengah tujuh udah berangkat jadi engga masak”, “yauda
beli nasi aja Fris”, “kamu mau beli juga, emang tadi pagi engga
sarapan?”, “udah si tapi laper lagi, hehe”, jawab ku sambil
cengarcengir. “pantes kamu gendut Zur” tiba-tiba terdengar suara dari
belakang ku, ternyata Akbar, yang dari tadi emang udah berdiri di belakang
kita. “apa si kamu ini Bar, masbuloh?!” jawab sinis ku. “haha
dasar gendut” Akbar tertawa sambil lari meninggalkan aku dan Friska.
Selesainya makan, kami segera kembali ke kelas dan bergabung dengan
teman-temanku. Karena terlalu keasikan ngobrol kami sampai tidak mendengar bel,
tiba-tiba guru sudah masuk kelas. Kami bergegas duduk di tempat masing-masing,
pelajaranpun dimulai. 2 jam kemudian bel isirahat kedua berbunyi, aku dan
Friska segera bersiap-siap untuk melaksanakan sholat dzuhur berjama’ah di
masjid.
***
Jam menunjukkan pukul 02:30, saat nya pulang.
“tteeeeeettttt” 3x bel berbunyi. “horeeeeeeeee” sorak
gembira dari kelas ku. Kami segera bergegas bersiap-siap dan baca do’a.
“ada acara lo ndut di rumah, ke rumah yok?” ajak Friska. “enggak
lah Fris, aku pengen langgsung pulang, lagian belum izin sama ayah juga”,
“yauda, aku duluan ya”, “iya, hati-hati”, “oke,
daadaah” Friska sambil melambaikan tangan nya. Aku segera mencari mobil
angkot. Sesampainya aku di rumah, aku kaget karna ayah ga ada. “hmm,
mungkin ayah kerja” fikirku.
Hari sore makin malam tapi ayah belum jg pulang, aku merasa takut di rumah
sendirian, karena itu aku maen ke rumah tetanggaku.
Sekitar jam 21:00 ada seorang laki2 yang datang ke rumah mencari aku. Saat aku
sadari ternyata itu oom Agil. “ada apa om? Kok malem2 begini ke
sini?” tanya ku heran. “gapapa, emang Zuri engga takut sendirian di
rumah?”, “takutlah om, makanya tadi Zuri ke tempat tetangga, ayah
dari tadi belum pulang juga”, “ayah itu ada di rumah kakek”,
“loh ada apa om kok tiba-tiba ayah ke sana ga bilang-bilang Zuri
dulu?” aku spontan kaget. Tetapi oom ku malah mengalihkan pembicaraan
“Zuri makan dulu yok, pasti laper kan?”, “iya om” sambil
memegang perut. Aku segera bersiap-siap untuk pergi bersama oom ku.
“tteeeeeettttt” 3x bel berbunyi. “horeeeeeeeee” sorak
gembira dari kelas ku. Kami segera bergegas bersiap-siap dan baca do’a.
“ada acara lo ndut di rumah, ke rumah yok?” ajak Friska. “enggak
lah Fris, aku pengen langgsung pulang, lagian belum izin sama ayah juga”,
“yauda, aku duluan ya”, “iya, hati-hati”, “oke,
daadaah” Friska sambil melambaikan tangan nya. Aku segera mencari mobil
angkot. Sesampainya aku di rumah, aku kaget karna ayah ga ada. “hmm,
mungkin ayah kerja” fikirku.
Hari sore makin malam tapi ayah belum jg pulang, aku merasa takut di rumah
sendirian, karena itu aku maen ke rumah tetanggaku.
Sekitar jam 21:00 ada seorang laki2 yang datang ke rumah mencari aku. Saat aku
sadari ternyata itu oom Agil. “ada apa om? Kok malem2 begini ke
sini?” tanya ku heran. “gapapa, emang Zuri engga takut sendirian di
rumah?”, “takutlah om, makanya tadi Zuri ke tempat tetangga, ayah
dari tadi belum pulang juga”, “ayah itu ada di rumah kakek”,
“loh ada apa om kok tiba-tiba ayah ke sana ga bilang-bilang Zuri
dulu?” aku spontan kaget. Tetapi oom ku malah mengalihkan pembicaraan
“Zuri makan dulu yok, pasti laper kan?”, “iya om” sambil
memegang perut. Aku segera bersiap-siap untuk pergi bersama oom ku.
***
Ketika di warung makan aku bertanya “ayah kok
pergi ga bilang-bilang Zuri dulu si om?”, oom menjawab dengan singkat
“nanti tanya ayah aja ya”.
pergi ga bilang-bilang Zuri dulu si om?”, oom menjawab dengan singkat
“nanti tanya ayah aja ya”.
Selesai kami makan oom membawa ku pergi, “mau
kemana om?” tanyaku. “ketemu ayah” jawab oom. Sesampainya kami
di rumah kakek, aku langsung masuk ke dalam “assalamualaikum” salam
ku, “waalaikum salam” jawab saudara-saudara ku. Aku bersalaman dengan
semua saudara-saudara ku tapi hanya ayah yang tidak, “kemana ayah?”
itu yang di benak ku.
Aku ditanya oleh kakek “gimana sekolahnya Zuri?”, “baik-baik aja
kok kek, oya kek dari tadi kok Zuri engga ngeliat ayah, dimana ayah kek?”
tanyaku mendesak. “itu ayah ada di kamar lagi istirahat” kakek
menunjukkan kamarnya, “iya kek”, aku segera berjalan menuju kamar.
Sesampainya aku di depan kamar aku mendengar percakapan antara ayah dengan
Paman Jaya. Aku memang tidak begitu jelas mendengarnya tapi aku mengerti dan
aku tau maksudnya, aku segera lari ke kamar bibi ku dan menangis. Tak lama
kemudian ayah datang menghampiriku, aku segera menghapus air mata ku, aku engga
mau ayah tau kalo aku nangis. “tadi Zuri ke sini kapan, dijemput
siapa?” tanya ayah, “sama oom Agil, ayah kenapa ke sini engga bilang
Zuri dulu?”, “tadi siang Paman Jaya dateng, makanya ayah langsung
kesini”, “paman dateng ngapin yah?”, “gapapa cuman maen
aja, yauda sekarang udah malem Zuri tidur gih, besokkan sekolah”,
“iya yah”, ayah segera keluar dari kamar.
kemana om?” tanyaku. “ketemu ayah” jawab oom. Sesampainya kami
di rumah kakek, aku langsung masuk ke dalam “assalamualaikum” salam
ku, “waalaikum salam” jawab saudara-saudara ku. Aku bersalaman dengan
semua saudara-saudara ku tapi hanya ayah yang tidak, “kemana ayah?”
itu yang di benak ku.
Aku ditanya oleh kakek “gimana sekolahnya Zuri?”, “baik-baik aja
kok kek, oya kek dari tadi kok Zuri engga ngeliat ayah, dimana ayah kek?”
tanyaku mendesak. “itu ayah ada di kamar lagi istirahat” kakek
menunjukkan kamarnya, “iya kek”, aku segera berjalan menuju kamar.
Sesampainya aku di depan kamar aku mendengar percakapan antara ayah dengan
Paman Jaya. Aku memang tidak begitu jelas mendengarnya tapi aku mengerti dan
aku tau maksudnya, aku segera lari ke kamar bibi ku dan menangis. Tak lama
kemudian ayah datang menghampiriku, aku segera menghapus air mata ku, aku engga
mau ayah tau kalo aku nangis. “tadi Zuri ke sini kapan, dijemput
siapa?” tanya ayah, “sama oom Agil, ayah kenapa ke sini engga bilang
Zuri dulu?”, “tadi siang Paman Jaya dateng, makanya ayah langsung
kesini”, “paman dateng ngapin yah?”, “gapapa cuman maen
aja, yauda sekarang udah malem Zuri tidur gih, besokkan sekolah”,
“iya yah”, ayah segera keluar dari kamar.
***
Keesokan hari aku tidak seperti biasanya bangun
jam 05:00, yaaahh mungkin itu karna aku tinggal di tempat kakek yang rumahnya
agak jauh dengan sekolah ku, tapi hari ini aku tidak begitu semangat karna
masalah semalam. Pukul 06:00 aku segera berangkat. “yeessssss, kali ini
aku engga terlambat” sesampaiku di sekolah. “nah tumben engga
terlambat ndut?” heran Akbar, “iya dong aku sudah mengalami
perubahan”, jawab ku senyum, “Zuri kenapa?” tanya Friska yang
dari tadi memang sudah memperhatikan ku, “gapapa Fris” jawab singkat
ku. Kami berdua memang sudah bersahabat sejak SD jadi wajar saja kalo Friska
mengerti jika aku ada masalah. Hari ini aku benar-benar tidak bersemangat
sekolah, tiba-tiba guru BK menghampiri ku “Zuri tadi kakek nya menelfon
katanya Zuri nanti di suruh pulang ke rumah kakek, jangan pulang ke
rumah”, “iya pak, terimakasih”. Tiba-tiba Friska bertanya
“loh ndut knp kamu di suruh pulang ke tempat kakek mu? Emang ayah mu
kemana ?”, “ayah di rumah kakek juga, kemaren paman ku yang di
Palembang dateng” jawabku.
jam 05:00, yaaahh mungkin itu karna aku tinggal di tempat kakek yang rumahnya
agak jauh dengan sekolah ku, tapi hari ini aku tidak begitu semangat karna
masalah semalam. Pukul 06:00 aku segera berangkat. “yeessssss, kali ini
aku engga terlambat” sesampaiku di sekolah. “nah tumben engga
terlambat ndut?” heran Akbar, “iya dong aku sudah mengalami
perubahan”, jawab ku senyum, “Zuri kenapa?” tanya Friska yang
dari tadi memang sudah memperhatikan ku, “gapapa Fris” jawab singkat
ku. Kami berdua memang sudah bersahabat sejak SD jadi wajar saja kalo Friska
mengerti jika aku ada masalah. Hari ini aku benar-benar tidak bersemangat
sekolah, tiba-tiba guru BK menghampiri ku “Zuri tadi kakek nya menelfon
katanya Zuri nanti di suruh pulang ke rumah kakek, jangan pulang ke
rumah”, “iya pak, terimakasih”. Tiba-tiba Friska bertanya
“loh ndut knp kamu di suruh pulang ke tempat kakek mu? Emang ayah mu
kemana ?”, “ayah di rumah kakek juga, kemaren paman ku yang di
Palembang dateng” jawabku.
***
Tiba saat nya pulang, aku segera bergegas
membereskan buku-buku ku. Saat kejadian semalem aku sebenernya males mau ke
rumah kakek, tapi mau gimana lagi aku takut kalo harus pulang sendirian.
Setelah sampai di rumah kakek aku heran karena rumah itu sepi sekali tidak ada
penghuni nya, tiba-tiba bibi Sari dateng “Zuri ikut bibi yok”, ajak
bibi sambil menarik tangan ku, “kita mau kemana bi?”, “kita mau
ketempat ayah”, “Haa?? Ayah bi?? Emang ayah dimana bi?” tanya ku
dengan rasa khawatir, tapi bibi sama sekali tidak mau menjawab, bibi hanya
terdiam. Bibi segera menghidupkan motor dan kami segera berangkat.
membereskan buku-buku ku. Saat kejadian semalem aku sebenernya males mau ke
rumah kakek, tapi mau gimana lagi aku takut kalo harus pulang sendirian.
Setelah sampai di rumah kakek aku heran karena rumah itu sepi sekali tidak ada
penghuni nya, tiba-tiba bibi Sari dateng “Zuri ikut bibi yok”, ajak
bibi sambil menarik tangan ku, “kita mau kemana bi?”, “kita mau
ketempat ayah”, “Haa?? Ayah bi?? Emang ayah dimana bi?” tanya ku
dengan rasa khawatir, tapi bibi sama sekali tidak mau menjawab, bibi hanya
terdiam. Bibi segera menghidupkan motor dan kami segera berangkat.
“haaa? Rumah sakit?” benak ku
bertanya-tanya, “kenapa harus ke rumah sakit?”, tapi aku tidak berani
nanya langsung ke bibi. Kami terus berjalan sampai di kamar Mawar no.1, aku
kaget ketika masuk ruangan itu tiba2 melihat ayah terbaring dengan tangan di
infus, “ayah kenapa? Ayah sakit apa? Kenapa ayah engga bilang sama Zuri
kalo ayah sakit?” air mata ku tak mampu lagi aku bendung, aku menangis.
Ayah menjawab dengan suara yang lembut “ayah tidak apa-apa Zuri, ayah
cuman kecapean, sudah Zuri jangan menangis ayah enggak mau liat hani
sedih”, aku hanya bisa terdiam karna aku tak sanggup melihat ayah tak
berdaya sepert itu. Aku bertekat akan selalu menjaga ayah sampai ayah sembuh,
sampai ayah kembali pulang bersama ku.
bertanya-tanya, “kenapa harus ke rumah sakit?”, tapi aku tidak berani
nanya langsung ke bibi. Kami terus berjalan sampai di kamar Mawar no.1, aku
kaget ketika masuk ruangan itu tiba2 melihat ayah terbaring dengan tangan di
infus, “ayah kenapa? Ayah sakit apa? Kenapa ayah engga bilang sama Zuri
kalo ayah sakit?” air mata ku tak mampu lagi aku bendung, aku menangis.
Ayah menjawab dengan suara yang lembut “ayah tidak apa-apa Zuri, ayah
cuman kecapean, sudah Zuri jangan menangis ayah enggak mau liat hani
sedih”, aku hanya bisa terdiam karna aku tak sanggup melihat ayah tak
berdaya sepert itu. Aku bertekat akan selalu menjaga ayah sampai ayah sembuh,
sampai ayah kembali pulang bersama ku.
***
Hari makin sore, dan ayah menyuruh ku pulang untuk
belajar karna ayah tau kalo aku besok ujian kenaikan kelas. “Zuri?”
panggil ayah, “iya yah? Ayah mau apa?”, “Zuri pulang ya sama
bibi, Zuri di rumah aja belajar” perintah ayah dengan suara yang sangat
lembut, “enggak yah, Zuri engga mau pulang Zuri mau di sini aja nemenin
ayah sampek ayah sembuh, Zuri mau pulang kalo sama ayah, kalo masalah ujian
nanti Zuri bisa menyusul yang penting ayah sembuh” tolakan ku dengan air
mata yang mengalir, “Zuri, anak ayah, ayah gapapa kok di tinggal, lagian ada
oom Agil, bentar lagi juga ayah bakalan sembuh, sekarang Zuri pulang aja
belajar yang rajin biar dapet nilai yang bagus, banggain ayah dengan peringkat
1 Zuri, ayah sayang sama Zuri”, aku tidak mampu untuk menolak perintah
ayah, “iya yah Zuri pulang, Zuri bakalan buktiin kalo Zuri bisa banggain
ayah, Zuri sayang banget sama ayah”, ayah sambil menghapus air mata ku.
Sore itu juga aku pulang bersama bibi. Di jalan aku bertanya sama bibi
“bi, sebenernya ayah itu sakit apa?”, “ayah terlalu banyak fikiran
sayang, apalagi dengan kedatangan Paman Jaya ke sini”, “loh emang
kenapa sama Paman, bi?”, “belum saat nya kamu tau sayang”, aku
hanya terdiam karna sebenernya aku tauk maksud bibi itu apa, “sampek kapan
pun aku gamau” benak ku menentang. Aku kembali ke rumah kakek, dan di
rumah itu aku ga mau keluar kamar, aku cuman mau belajar, belajar, dan belajar.
belajar karna ayah tau kalo aku besok ujian kenaikan kelas. “Zuri?”
panggil ayah, “iya yah? Ayah mau apa?”, “Zuri pulang ya sama
bibi, Zuri di rumah aja belajar” perintah ayah dengan suara yang sangat
lembut, “enggak yah, Zuri engga mau pulang Zuri mau di sini aja nemenin
ayah sampek ayah sembuh, Zuri mau pulang kalo sama ayah, kalo masalah ujian
nanti Zuri bisa menyusul yang penting ayah sembuh” tolakan ku dengan air
mata yang mengalir, “Zuri, anak ayah, ayah gapapa kok di tinggal, lagian ada
oom Agil, bentar lagi juga ayah bakalan sembuh, sekarang Zuri pulang aja
belajar yang rajin biar dapet nilai yang bagus, banggain ayah dengan peringkat
1 Zuri, ayah sayang sama Zuri”, aku tidak mampu untuk menolak perintah
ayah, “iya yah Zuri pulang, Zuri bakalan buktiin kalo Zuri bisa banggain
ayah, Zuri sayang banget sama ayah”, ayah sambil menghapus air mata ku.
Sore itu juga aku pulang bersama bibi. Di jalan aku bertanya sama bibi
“bi, sebenernya ayah itu sakit apa?”, “ayah terlalu banyak fikiran
sayang, apalagi dengan kedatangan Paman Jaya ke sini”, “loh emang
kenapa sama Paman, bi?”, “belum saat nya kamu tau sayang”, aku
hanya terdiam karna sebenernya aku tauk maksud bibi itu apa, “sampek kapan
pun aku gamau” benak ku menentang. Aku kembali ke rumah kakek, dan di
rumah itu aku ga mau keluar kamar, aku cuman mau belajar, belajar, dan belajar.
***
Keesokan hari nya, aku sudah siap untuk menempuh
ujian pertama ku., walaupun tanpa wajah ceria. Pelajaran pertama adalah Bahasa
indonesia, aku keluar dari ruangan dengan wajah tersenyum. Aku sangat bersyukur
karna Allah memberikan aku kemudahan. Jam kedua adalah Pendidikan Agama Islam,
tetapi baru setengah aku mengerjakan soal nya tiba-tiba aku di panggil ke
kantor, “Zuri tadi di panggil sama Pak Doni” ucap Friska. “iya
Fris, terimakasih”, aku segera izin dengan pengawas dan langsung pergi ke
kantor.
“Bapak memanggil Zuri? ada apa pak? Apa hari ini Zuri melakukan kesalahan,
sepertinya tidak pak, lalu?” aku menumpah kan pertanyaan, tiba-tiba bapak
itu memutuskan pertanyaan ku dengan tersenyum,
“silahkan duduk Zuri, bapak ingin berbicara”, aku langsung
duduk dengan wajah tersenyum pula. Pak Doni mulai berbicara “Zuri tadi
Paman Zuri yang bernama Agil menelfon bapak, katanya Zuri sekarang juga di
suruh pulang, karena ayah udah pulang dari rumah sakit”, hatiku bersorak
sorak “iya pak, terimakasih dengan berita nya, aku keluar dari kantor
dengan wajah ceria, tapi keceriaan itu seketika berubah dengan wajah heran
karena tiba-tiba paman ku udah menunggu di luar, “loh paman, kok udah di
sini?” tanya ku, “iya paman ke sini karna mau jemput Zuri” jawab
paman ku dengan wajah tersenyum, “iya paman aku ambil tas dulu” aku
langsung lari ke kelas dengan hati gembira.
ujian pertama ku., walaupun tanpa wajah ceria. Pelajaran pertama adalah Bahasa
indonesia, aku keluar dari ruangan dengan wajah tersenyum. Aku sangat bersyukur
karna Allah memberikan aku kemudahan. Jam kedua adalah Pendidikan Agama Islam,
tetapi baru setengah aku mengerjakan soal nya tiba-tiba aku di panggil ke
kantor, “Zuri tadi di panggil sama Pak Doni” ucap Friska. “iya
Fris, terimakasih”, aku segera izin dengan pengawas dan langsung pergi ke
kantor.
“Bapak memanggil Zuri? ada apa pak? Apa hari ini Zuri melakukan kesalahan,
sepertinya tidak pak, lalu?” aku menumpah kan pertanyaan, tiba-tiba bapak
itu memutuskan pertanyaan ku dengan tersenyum,
“silahkan duduk Zuri, bapak ingin berbicara”, aku langsung
duduk dengan wajah tersenyum pula. Pak Doni mulai berbicara “Zuri tadi
Paman Zuri yang bernama Agil menelfon bapak, katanya Zuri sekarang juga di
suruh pulang, karena ayah udah pulang dari rumah sakit”, hatiku bersorak
sorak “iya pak, terimakasih dengan berita nya, aku keluar dari kantor
dengan wajah ceria, tapi keceriaan itu seketika berubah dengan wajah heran
karena tiba-tiba paman ku udah menunggu di luar, “loh paman, kok udah di
sini?” tanya ku, “iya paman ke sini karna mau jemput Zuri” jawab
paman ku dengan wajah tersenyum, “iya paman aku ambil tas dulu” aku
langsung lari ke kelas dengan hati gembira.
***
Perasaan ku berubah ketika aku melihat bendera
kuning di depan jalan, tapi aku tak sanggup untuk menanyakan ini kepada paman.
Sampai nya di depan rumah, aku kaget dengan suasana ramai seperti itu,
“sss….sss..ee..benernya ini ada apa paman?” tanya ku
terbatah-batah, tapi paman tidak menjawab nya. Aku segera menuju ke pintu
masuk, tiba-tiba aku sudah di sambut dengan bibi ku dengan wajah menangis, bibi
memeluk ku dan berkata “Zuri yang sabar ya, Zuri yang kuat, ayah udah
engga ada”. Saat aku mendengar kata-kata itu seketika aku merasa semua
saraf ku putus, aku menjadi tak berdaya, air mata yang langsung memenuhi pipi
ku. Aku segera lari masuk dan melihat jasad ayah yang sudah di bungkus dengan
kain kavan siap untuk di sholat kan, aku segera mengambil air wudhu dan ikut
menyolatkan. Setelah selesai menyolatkan aku meminta untuk dibuka wajahnya
karena aku ingin sekali melihat wajah ayah untuk yang terakhir kali nya. Air
mata ku tak bisa berhenti melihat jenazah ayah, karena makam yang cukup jauh
kami harus menunggu ambulance dateng. Setiba nya ambulance jenazah nya ayah segera
di makam kan.
kuning di depan jalan, tapi aku tak sanggup untuk menanyakan ini kepada paman.
Sampai nya di depan rumah, aku kaget dengan suasana ramai seperti itu,
“sss….sss..ee..benernya ini ada apa paman?” tanya ku
terbatah-batah, tapi paman tidak menjawab nya. Aku segera menuju ke pintu
masuk, tiba-tiba aku sudah di sambut dengan bibi ku dengan wajah menangis, bibi
memeluk ku dan berkata “Zuri yang sabar ya, Zuri yang kuat, ayah udah
engga ada”. Saat aku mendengar kata-kata itu seketika aku merasa semua
saraf ku putus, aku menjadi tak berdaya, air mata yang langsung memenuhi pipi
ku. Aku segera lari masuk dan melihat jasad ayah yang sudah di bungkus dengan
kain kavan siap untuk di sholat kan, aku segera mengambil air wudhu dan ikut
menyolatkan. Setelah selesai menyolatkan aku meminta untuk dibuka wajahnya
karena aku ingin sekali melihat wajah ayah untuk yang terakhir kali nya. Air
mata ku tak bisa berhenti melihat jenazah ayah, karena makam yang cukup jauh
kami harus menunggu ambulance dateng. Setiba nya ambulance jenazah nya ayah segera
di makam kan.
***
Selesai pemakaman aku langsung masuk ke dalam
kamar, aku tak memperdulikan orang-orang yang datang. Tiba-tiba aku mendengar
suara berantem di luar kamar, dengan rasa penasaran aku mengintip. Ternyata
kakek dengan paman ku sedang membicarakan ku. “dia itu masih berduka
jangan di bilangin dulu”, denger suara kakek, “tapi saat nya dia
tau”, bantah paman. Aku langsung keluar kamar “Zuri udah tauk
semuanya, tanpa paman jelasin Zuri udah tau”, kakek menjawab “Zuri
tau a..”, aku langsung memutuskan pembicaraan kakek, “Zuri tau kok,
Zuri ini bukan anak kandung ayah sama ibu, Zuri ini cuman anak angkat
mereka”, bibi berbicara “Zuri tau dari mana kalo Zuri bukan anak ayah
sama ibu?”, “Zuri ini bukan anak kecil lagi yang gampang di bohongin,
Zuri udah tauk semuanya, Zuri tauk kenapa paman ke sini, paman mau jemput Zuri
kan? Karena Zuri ini anak kandung paman, karena keegoisan paman itu buat ayah
sedih, sampek-sampek ayah sakit dan akhirnya ayah meninggalkan Zuri, kenapa
paman? Kenapa Zuri dulu dibiar kan di rawat orang lain, tapi setelah Zuri
seperti ini paman mau mengambil Zuri dari ayah?”, seketika semua yang di
ruangan itu terdiam, “Zuri engga mau ke Palembang, pokoknya Zuri mau di
sini, Zuri mau nyelesain sekolah di sini”, kakek menjawab “iya Zuri
bakalan nyelesain SMP di sini tapi SMA di Palembang ya ?”,
“enggak!!” bantah ku, bibi merangkul ku “Zuri engga boleh kaya
gitu, gimanapun juga paman itu orang tua kandung Zuri”, tanpa menjawab aku
langsung masuk kamar.
kamar, aku tak memperdulikan orang-orang yang datang. Tiba-tiba aku mendengar
suara berantem di luar kamar, dengan rasa penasaran aku mengintip. Ternyata
kakek dengan paman ku sedang membicarakan ku. “dia itu masih berduka
jangan di bilangin dulu”, denger suara kakek, “tapi saat nya dia
tau”, bantah paman. Aku langsung keluar kamar “Zuri udah tauk
semuanya, tanpa paman jelasin Zuri udah tau”, kakek menjawab “Zuri
tau a..”, aku langsung memutuskan pembicaraan kakek, “Zuri tau kok,
Zuri ini bukan anak kandung ayah sama ibu, Zuri ini cuman anak angkat
mereka”, bibi berbicara “Zuri tau dari mana kalo Zuri bukan anak ayah
sama ibu?”, “Zuri ini bukan anak kecil lagi yang gampang di bohongin,
Zuri udah tauk semuanya, Zuri tauk kenapa paman ke sini, paman mau jemput Zuri
kan? Karena Zuri ini anak kandung paman, karena keegoisan paman itu buat ayah
sedih, sampek-sampek ayah sakit dan akhirnya ayah meninggalkan Zuri, kenapa
paman? Kenapa Zuri dulu dibiar kan di rawat orang lain, tapi setelah Zuri
seperti ini paman mau mengambil Zuri dari ayah?”, seketika semua yang di
ruangan itu terdiam, “Zuri engga mau ke Palembang, pokoknya Zuri mau di
sini, Zuri mau nyelesain sekolah di sini”, kakek menjawab “iya Zuri
bakalan nyelesain SMP di sini tapi SMA di Palembang ya ?”,
“enggak!!” bantah ku, bibi merangkul ku “Zuri engga boleh kaya
gitu, gimanapun juga paman itu orang tua kandung Zuri”, tanpa menjawab aku
langsung masuk kamar.
***
Setelah beberapa hari aku mulai masuk sekolah,
melanjutkan perjuangan ku untuk memberikan peringkat 1 untuk ayah, walaupun
ayah tidak bisa menyaksikan nya langsung tapi aku yakin ayah bangga dengan
hasil ku. Setelah selesai ujian, kini saat nya pembagian raport, aku berharap
dan selalu berdo’a sama Allah atas apa yang aku inginkan. Ternyata tak sia-sia
perjuangan belajar dan do’aku selama ini, Allah mengabulkan nya.
“ayaaaahhhh, Zuri peringkat 1”. Aku menjerit lalu langsung di peluk
sama Friska.
melanjutkan perjuangan ku untuk memberikan peringkat 1 untuk ayah, walaupun
ayah tidak bisa menyaksikan nya langsung tapi aku yakin ayah bangga dengan
hasil ku. Setelah selesai ujian, kini saat nya pembagian raport, aku berharap
dan selalu berdo’a sama Allah atas apa yang aku inginkan. Ternyata tak sia-sia
perjuangan belajar dan do’aku selama ini, Allah mengabulkan nya.
“ayaaaahhhh, Zuri peringkat 1”. Aku menjerit lalu langsung di peluk
sama Friska.
Selesai pembagian raport aku langsung pulang dan
memberikan hasil nya ke kakek. Kakek tersenyum senang, “tingkatin terus
belajar nya, pertahanin”, aku tidak melihat paman di rumah itu, aku
menjawab nasehat kakek “iya kek, paman mana kek?”, “paman udah
pulang ke palembang”, aku tersenyum “Zuri mau kok kek ngelanjutin SMA
di Palembang tapi sekarang ini biar kan Zuri di sini dulu. Nanti Zuri bakalan
telfon paman dan beritahu kabar gembira ini”, “iya sayang” peluk
kakek.
memberikan hasil nya ke kakek. Kakek tersenyum senang, “tingkatin terus
belajar nya, pertahanin”, aku tidak melihat paman di rumah itu, aku
menjawab nasehat kakek “iya kek, paman mana kek?”, “paman udah
pulang ke palembang”, aku tersenyum “Zuri mau kok kek ngelanjutin SMA
di Palembang tapi sekarang ini biar kan Zuri di sini dulu. Nanti Zuri bakalan
telfon paman dan beritahu kabar gembira ini”, “iya sayang” peluk
kakek.
………………………………………….
Thanks for all
